Saya sedang menikmati sayur asam kesukaan di rumah ketika salah satu agensi iklan Unilever, Lowe Indonesia, menelepon untuk meminta untuk ikutan pitch pemotretan iklan Royco yang baru. Kebetulan, saya pikir, sudah beberapa waktu tidak memotret produk makanan-minuman.
Singkat cerita, proses menuju pemotretannya ternyata tidak singkat :). Dimulai dari review portfolio oleh tim kreatif Lowe yang nyaris memenangkan fotografer lain, karena alasan sudah ‘terbiasa’ dengan fotografer tersebut. Atau, mungkin saja termakan isu bahwa kalau motret dengan Jerry susah, tidak mau dengerin tim kreatif agensi-agensi iklan (yeah right, kenapa hingga hari ini saya hampir ga ada jadwal kosong ya?). Anyway, kabar kaburnya, akhirnya blind-test portfolio (tes portfolio karya tanpa tahu siapa fotografernya) menentukan pemenangnya, baik di agensi maupun di klien. Huhuuy.
Konsepnya seru sekali. Salut untuk tim kreatif dan tim akun Lowe yang berhasil meng-gol-kan konsep ini. Ceritanya seluruh rangkaian bahan Royco, dimulai dari bahan mentahnya, terbang diudara sambil berevolusi menjadi bahan baku dan bahan jadi hingga akhinrya menjadi bubuk penyedap masakan Royco yang terbang masuk ke dalam kemasannya. Nice.
Tahap berikutnya adalah memilih food stylist, dan melakukan food-testing untuk menentukan makanan apa yang tepatnya akan dipilih. Lilis, si food stylist, akhirnya menemukan takaran yang pas. Bahan-bahan mentah dikumpulkan dan dipresentasikan, dan siaplah pemotretan dilakukan beberapa hari kemudian.
Pemotretan dilakukan dengan skema lighting seperti ini. Sederhana. Satu softbox besar di depan model, dua backlight untuk membuat rim-light di kedua sisi badan dan muka model, sementara background putih diterangi oleh dua standard-reflector.
Setelah pemotretan model-model beserta makanan diatas kompor selesai, sekarang saatnya memotret bahan-bahan mentah yang terbang di udara. Caranya sederhana, dan sedikit brutal. Seorang asisten bersiap dengan bahan yang mau difoto, dan dengan hitungan yang tepat, melemparkannya ke udara untuk satu jepretan. Cara ini diulangi ratusan, atau ribuan kali, hingga terkumpul foto yang cukup untuk diserahkan kepada digital imaging (DI) artist untuk dikomposisikan. Tantangannya? Timing jepretan (plus pegel pinggang dan badan bau bumbu dapur 2 hari).
Saya menggunakan Canon 5D mk2 yang mempunyai sedikit shutter-lag ketimbang kakaknya Canon 1Ds mk3. Yah, ada uang ada barang, beda harganya 3 kali lipat. Kunci utama adalah di durasi flash. Usahakan untuk mendekatkan flash kepada objek, supaya daya yang digunakan minimal, sehingga durasi flash semakin singkat. Hal ini perlu untuk membuat foto ‘freeze’ alias beku benda-benda bergerak.
Versi yang saya tampilkan disini sedikit saya ubah menurut selera saya, karena hasil dari DI artist yang disetujui agensi sedikit kurang pas perspektifnya menurut saya.
Terima kasih untuk Lowe Indonesia dan Unilever untuk kepercayaannya. Terima kasih juga untuk tim saya yang selalu setia mendukung. Semoga seneng dengan hasilnya, dan senang selama pemotretan.
Semoga bermanfaat.