Fals Melulu?

Dunia desain di Indonesia berada dalam kekacauan yang, bila dilantunkan menjadi lagu, menyakitkan. Iya, pernyataan menyebalkan ini sepenuhnya tanggung jawab saya, karena seiring semakin kaya dan ramainya lagu-lagunya tercipta disekeliling saya, nada falsnya tidak kurang juga. Dan (rasanya) tidak banyak juga yang menyadari, apalagi peduli.

Saya tadi duduk di bangku tunggu penumpang di terminal satu bandara Soekarno Hatta, di lorong sebelum masuk ke gate. Bangku rendeng tiga tempat saya duduk berada di depan pintu keluar ruangan merokok, menyisakan jarak 50 cm dari pilar. Terlalu sempit untuk jadi lorong, terlalu lebar untuk tidak dilewati. Jadilah itu lorong ‘tidak resmi’ yang membuat jadi terdorong-dorong setiap orang memaksakan lewat. Fals.

Saya melihat logo sebuah universitas besar di Karawaci, yang menjadi universitas swasta termahal bertaraf internasional, yang jurusan desainnya pesat berkembang. Jarak antar huruf dalam logonya tidak berimbang, tidak ditata. Ternyata bikinan Singapura (syukurlah?). Fals.

Kasus lainnya. Majalah inflight magazine maskapai penerbangan lokal dengan ratusan pesawat barunya. Dalam satu edisi, dengan gampang saya temui lebih dari 10 salah ketik. Fals.

Dalam sebuah pameran foto beberapa rekan fotografer fashion. Foto terbingkai dengan berantakan, penuh gelombang karena gelembung udara. Susah pula dinikmati, karena lampu diatas bingkai terpasang terlalu rendah, memantul dengan suksesnya pas di tengah foto. Fals berat.

Ada sejuta hal serupa begitu gampang kita temui di berbagai pelosok Indonesia. Betapa anehnya, mengingat begitu banyak desain tradisional, bahkan primitif, asli Indonesia begitu terbebas dari nada fals, dan penuh dengan harmonisasi dan kesempurnaan. Tidak perlu saya jelaskan lagi contoh-contohnya.

Mengapa demikian? Karena para ‘desainer’ zaman leluhur kita dulu tidak ada yang lahir instan. Bila mereka harus memahat dan mengukir, itu lahir dari ribuan jam memahat dan mengukir, sampai boleh mengklaim dirinya ‘pengukir’. Singkatnya, perfection to excellence adalah kultur yang tergariskan sebelum boleh mengklaim diri.

Eksekusi memang bisa instan, begitu pula olah ide. Akan tetapi, yang namanya kepekaan, intuisi seni dan berbagai hal penting lainnya yang membuat seorang desainer menjadi benar-benar handal tidak akan pernah lahir instan. Itu semua adalah hasil asahan, kecintaan, komitmen serta kepedulian. Kepedulian akan kesempurnaan, yang kian hari semakin langka (karena tidak terlalu dibutuhkan juga?).

Fals terus, lagu tetap melantun.

Tags: , , , , ,